Sungguh malang nian nasib Nada (Marsha
Timothy), tidak hanya harus bersedih karena ditinggal mati suaminya,
Bobby (Irgi Fahrezi) janda cantik beranak tiga ini juga harus menerima
kenyataan luar biasa pahit ketika mengetahui rahasia kelam Bobby yang
ternyata meninggal dunia akibat HIV/AIDS setelah sebelumnya berselingkuh
dengan wanita lain. Belum cukup sampai di situ saja, untuk melengkapi
penderitaannya, Bobby rupanya telah ‘mewariskan’ virus mematikan itu
kepada Nada dan juga putri bungsu mereka, Asa. Sudah ditinggal pergi
suami selama-lamanya, tertular HIV pula, dan seperti belum cukup, bak
sudah jatuh tertimpa tangga tertimpa atap pula, keluarga Nada yang
notabene merupakan keluarga memilih untuk menjauh pasca mengetahui
dirinya “kotor”.
Dengan premis yang ditawarkannya, tentu saja dengan mudah kita akan mencap Nada Untuk Asa akan berakhir menjadi sebuah drama cengeng. Ya, memang sulit untuk menampik itu, Nada Untuk Asa
kenyataannya memang cengeng, lihat saja konfliknya, lihat saja Marsha
Timothy yang nyaris terus mewek di sepanjang film, tetapi tunggu dulu,
meskipun menawarkan premis drama tearjerker, sutradara Charles Gozali (Finding Srimulat)
tidak pernah memperlakukannya sampai serendah itu. Dipresentasikan
dengan alur maju mundur dinamis yang perlahan namun pasti menyatukan dua
era berada, Nada Untuk Asa tidak menjual dialog menye-menye, tidak ada momen sentimentil berlebih meskipun terkadang scoring lembutnya sesekali mencoba menggoda. Sebaliknya, Nada Untuk Asa
menawarkan sebuah kisah inspiratif yang diisi dengan semangat untuk
hidup yang begitu besar dan bagaimana mentertawakan kesedihan dengan
caranya sendiri.
Jikapun penontonnya sampai harus mewek itu bukan hanya karena konfliknya semata, namun juga bagaimana setiap cast-nya
mampu tampil solid membawakan karakternya dengan sangat baik, misalnya
seperti apa yang sudah dilakukan Marsha Timothy. Ya, aktris cantik yang
juga istri dari aktor Vino G. Bastian ini tampil dalam performa
terbaiknya, begitu sangat menjiwai peran Nada. Kesedihan dan rasa
depresinya begitu terasa disetiap adegan, menebarkan aura kelam disetiap
air mata yang dikeluarkannya, ia seperti mewakili babak suram di Nada Untuk Asa.
Sebaliknya, didapuk menjadi tokoh Asa dewasa, Acha Septriasa
memancarkan kecerian dan ketegaran luar biasa dari seorang anak manusia
yang membawa ‘bom waktu’ seumur hidupnya, lihat saja bagaimana ia
menghadapi penolakan di lingkungannya. Sementara di sisi lain Charles
Gozali juga memberi sisi insecure pada Asa terutama ketika ia
kedatangan karakter Wisnu (Darius Sinathrya), penulis mudah kharismatik
yang datang dengan membawa cinta dan harapan begitu besar yang bak mimpi
di siang bolong bagi dirinya. Baik Marsha Timothy maupun Acha Septriasa
memang tampil solid, Tetapi kalau mau jujur, kehadiran ‘sekelebat’
Wulan Guritno lah bisa dibilang penampilan yang paling ‘nendang’ di
sini.
0 komentar:
Posting Komentar